Oleh:
Suleman Samuda
Pemuda
Bastiong Talangame dan Ketua Markas Komando Bastiong Talangame
Sesaat setelah membaca judul tulisan ini,
akan muncul pertanyaan apa itu “Bastiong Talangame
Dream”?. Perlu diketahui bahwa Bastiong
Talangame Dream merupakan sebuah impian yang dirumuskan oleh Pemuda
Bastiong Talangame yang tertuang dalam “Bastiong
Talangame Message 2015”, dengan tagline
Dari Bastiong Talangame untuk Kota Ternate. Bastiong
Talangame Dream dimaksudkan untuk memberi isyarat kepada Pemimpin (Walikota
dan Wakil Walikota) Ternate bahwa Pemerintah yang responsif terhadap kebutuhan
masyarakat dan pembangunan yang inklusif merupakan sebuah keniscayaan yang
harus di wujudkan dalam tata kelola pemerintah.
Tunggangan Politik
Saat ini hingga beberapa bulan kedepan, isu kinerja
pemerintah terkait dengan pemerintahan yang responsif dan pembangunan yang
inklusif tetap akan menjadi isu seksi yang mengundang banyak pihak baik
akademisi, masyarakat, maupun terutama para politisi, para birokrat dan
pimpinan birokrasi, hanya untuk sekedar mendiskusikan dalam menakar dan
menggambar birokrasi dan program pembangunan pemerintahan sebelumnya dan bahkan
ada juga yang menjadikan sebagai amunisi politik untuk menyerang pihak lawan
ditengah momentum pemilihan walikota Ternate periode 2016-2021.
Pernyataan ini sengaja saya simpulkan dengan
berdasarkan fakta bahwa belakangan ini banyak sekali kerancuan yang muncul
kepermukaan dalam menilai kinerja pemerintah dan tentunya ini juga menjadi
sorotan masyarakat yang dikompori oleh pihak oposan dalam menabuh genderang
“perang” politik. Untuk itu, saya mengangkat kedalam tulisan ini dengan maksud
agar kinerja pemerintah didudukkan sebagai diskursus dalam rangka perbaikan
pemerintahan kedepan, agar diskursus terkait kinerja pemerintah senantiasa
berada pada jalan (track) yang benar dan tepat dalam rangka membangun
pemerintah yang responsif dan pembangunan yang inklusif bagi masyarakat kota
Ternate.
Patut disesalkan, ketika momentum politik
seperti ini, dia yang seharusnya mendudukan dirinya sebagai bapak pemersatu,
namun ia datang dan berperan sebagai kuda tunggangan ketika sosok calon
walikota yang paranoid akibat gagal berulangkali dalam pencalonan. Ketika semua
lapisan masyarakat mulai diajak kembali ke romantisme masa lalu saat menjadi
pemimpin daerah ini. Sekalipun dalam masa kepemimpinannya penuh celah dan
kekurangan sana-sini, dipoles agar terlihat berhasil dan mengagumkan. Sosok ini
di tonjolkan dengan harapan akan membangkitkan unsur ikutan seperti: land lord dan ethnicity, dalam mendulang
perolehan suara.
Titik Tekan Membentuk Pemerintah yang responif
Seyogyanya menjadi perhatian semua pihak
bahwa pemerintah (birokrasi) merupakan kekuatan besar. Kegiatannya menyentuh
hampir setiap sendi kehidupan warga negara. Ini menandakan bahwa kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Karena masyarakat yang hidup dalam suatu teritorial terpaksa menerima kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah tersebut tanpa terkecuali. Selain itu memang
birokrasi merupakan garis terdepan (level
street bureaucrat) yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik kepada
masyarakat.
Tidak berlebihan bila ada yang beranggapan
bahwa gagalnya tata kelola pemerintah akan berdampak luas pada nasib
masyarakat, dan tentu saja berdampak pada pembangunan dan pelayanan publik.
Nasib masyarakat akan semakin terpuruk karena pemerintah tidak responsif terhadap
setiap kebutuhan masyarakat serta tidak berfungsinya pelayanan publik karena pelayanan
tidak inklusif dan akan cenderung mendistorsi pembangunan yang berkeadilan,
pembangunan untuk seluruh lapisan masyarakat.
Derajat kepekaan pemerintah untuk mengantisipasi
tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan sosial ekonomi. Menjadi
cerminan dalam mengukur apakah suatu pemerintah responsif atau tidak. Karena
kedudukan pemerintah seharusnya sebagai pelayan masyarakat yang bersifat horizontal
partisipative.
Mambangun prakarsa publik melalui perubahan mindset tata kelola pemerintah yang
cendrung vertical-top down menjadi
pemerintah yang lebih ramah dan dekat dengan masyarakat dengan menggagas
program “public hearing” dengan fokus
penyelenggaran di tingkat kelurahan. Public
hearing berbeda dengan model komunikasi pembangunan yang dipakai Jokowi
yakni blusukan. Bila blusukan hanya
menempatkan kepala daerah sebagai tokoh sentral, sebaliknya public hearing menempatkan masyarakat
sebagai tokoh sentral. Dengan public
hearing sama saja dengan meniadakan limitasi peran serta publik dalam
program pembangunan
Dalam menjalankan program public hearing dibutuhkan bridging leader. Dengan kapasitas
kepemimpinan yang mampu menggerakkan dan
menjaga proses perubahan dari beragam stakeholder.
Bridging leader menekankan kolaborasi
antara berbagai SKPD dengan menanggalkan ego sektoral untuk menjawab tuntutan
masyarakat.
Pembangungan yang Inklusif
Pada tingkat terendah pembangunan yang
inklusif mengacu pada individu sebagai perwujudan dari free will yang melekat pada diri-diri manusia sebagai salah satu pemberian
paling berharga dari sang pencipta. Pembangunan yang inklusif memberikan kesempatan
seluas-luasnya bagi setiap masyarakat untuk mengaktualisasikan segala potensi
terbaiknya secara optimal sebagai jaminan terselenggaranya social order. Menafikkan keberagaman masyarakat baik dari segi
potensi dan asal muasal sama saja dengan
membiarkan daerah ini tercabik-cabik.
Pembangunan yang inklusif diharapan akan
mendorong kemampuan daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi dan
karakteristik ekonomis, geografis dan sosial budayanya.