Metode Penelitian CROSS-SECTIONAL
![]() |
Sumber Gambar dari Google |
Penelitian
cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali,
tidak ada follow up, untuk mencari hubungan antara variabel independen
(faktor resiko) dengan variabel dependen (efek).
Kalau ditanyakan
tentang dimana titik potongnya? Bayangkanlah penelitian itu seperti
lontong, dimanapun kamu memotong lontong itu, di tengah, dari ujungnya, di
sisi manapun itu, lontong itu tetapmemiliki isi yang sama, besar yang
sama, dan rasa yang sama.
Sebagai contoh, dalam
salah satu bedah jurnal penelitian di IKGM hari kamis lalu, tentang
salah satupenelitian tentang fluorosis yang dilakukan pada anak usia 10-12
tahun di Brazil yang tinggal di daerahyang belum memperoleh fluoridasi air minum.
Sebenarnya penelitian itu adalah penelitian lanjutan, danpenelitian dilakukan
sebelum program fluoridasi air minum buatan dilaksanakan, mereka
berusahamenyelidiki apa penyebab kecenderungan fluorosis tersebut, suspect
utamanya adalah penggunaanpasta gigi berfluorida. Para peneliti
melakukan pemeriksaan klinis rongga mulut dan aplikasi kuesioner.seperti itulah
garis besarnya
Dalam penelitian
cross-sectional tersebut, titik potongnya terletak pada “anak-anak usia 10-12 tahun penderita fluorosis di daerah yang
air minumnya belum terfluoridasi”.
Jadi, dalam penelitian
cross-sectional, karakteristik sampel yang sama saat penelitian dilakukan
adalahtitik potongnya.
Metodologi Riset : Desain Metodologi
Observasional Analitik
DESAIN
METODOLOGI OBSERVASIONAL ANALITIK
Desain penelitian
merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur
penelitian. Desain penelitian yang umumnya digunakan dibidang keperawatan
adalah rancangan penelitian observasional.
Rancangan penelitian observasional
analitik, terdiri dari:
- a Rancangan penelitian cross sectional
- b Rancangan penelitian case control
- c Rancangan penelitian kohort
Rancangan
Penelitian Cross Sectional
Rancangan cross sectional merupakan
rancangan penelitian yang pengukuran dan pengamatannya dilakukan secara
simultan pada satu saat (sekali waktu). Rancangan penelitian ini juga biasa disebut rancangan potong
silang atau lintas bagian.
Cross sectional adalah studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi,
distribusi, maupun hubungan penyakit dengan paparan (factor penelitian)
dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait
kesehatan lainnya, secara serentak pada individu-individu dri suatu populasi
pada satusaat.
Desain cross sectional merupakan suatu
penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan
variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yangsama.
Studi cross sectional disebut sebagai studi prevalensi atau survey, merupakan
studi yangsederhana yang sering dilakukan.
Dalam sebuah desain cross-sectional , adalah sulit untuk menemukan apakah variabel paparan potensial
mendahului keluaran (contohnya, perbedaan postur kerja berkonstribusi
pada pengembangan sakit tulang belakang) atau apakah variabel paparan
potensial eksis sebagaisebuah hasil dari keluaran (contohnya, pekerja yang
berbeda dalam postur sebagai adaptasi darisakit tulang belakang yang diderita).
Oleh karena itu, studi cross-sectional sangat berguna untuk mengidentifikasi hubungan
paparan-penyakit yang potensial namun tidak untuk menentukankausalitas.Penelitian
lintas-bagian (cross sectional) relatif lebih mudah dan murah untuk
dikerjakanoleh peneliti dan amat berguna bagi penemuan pemapar yang terikat
erat pada karakteristik masing-masing individu. Data yang berasal dari
penelitian ini bermanfaat untuk: menaksir besarnya kebutuhan di
bidang pelayanan kesehatan dan populasi tersebut. instrumen yang
seringdigunakan untuk memperoleh data dilakukan melalui: survei, wawancara, dan
isian kuesioner.
Contoh judul penelitian cross sectional adalah
“Kualitas menyusui terhadap kelancaran pengeluaran air susu ibu”
Peneliti melakukan pengukuran atau
pengamatan terhadap kualitasmenyusui, ketiganya diukur secara bersamaan dengan
kelancaran pengeluaran ASI setelah melihat variabel yang termasuk dalam kualitas menyusui tersebut.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang
dilakukan dalam rancangan penelitian crosssectional:
Penelitian: “Hubungan Kualitas Menyusui dengan Kelancaran Pengeluaran ASI”
1.
Mengidentifikasi variabel
penelitianBerdasarkan judul tersebut, maka variabel yang dapat diidentifikasi
adalah sebagai berikut:
Variabel Independen : kualitas menyusui
Variabel dependen : kelancaran pengeluaran ASI
Variabel kendali : usia, paritas
Kemudian ditentukan batasan parameter yang jelas tentang kualitas menyusui
dan kelancaran pengeluaran ASI.
2.
Mengidentifikasi subjek penelitian
Contoh: Subjek
penelitian adalah populasi ibu menyusui dengan jumlah sampel yang telah
ditentukansesuai dengan teknik sampling.
3.
Mengobservasi variabel
Contoh: Mengukur
kualitas menyusui dengan parameter yang digunakan adalah cara dan
frekuensinyatermasuk dalam kualitas baik atau kurang. Pengukuran kelancaran
pengeluaran ASI dilakukandengan mengamati tingkat kelancaran pengeluaran
ASI-nya termasuk baik atau tidak, lalukeduanya diamati dan diukur.
4.
Melakukan analisis data
Contoh: Melakukan
pengujian apakah kualitas menyusui termasuk kategori baik atau kurang. Hal ini
dapat memengaruhi kelancaran pengeluaran
ASI termasuk kategori lancar atau tidak.
Contoh lain penelitian cross sectional:
“Hubungan Jajan Sembarangan dan Tidak Mencuci Tangan Sebelum makan dengan
KejadianThypoid.”
Pada kasus thypoid, dalam studi ini populasi
dikelompokan lagi dengan cara random,kemudian dibagi lagi menjadi empat
kelompok yaitu jajan sembarangan & tidak cuci tangan(E+D+), jajan
sembarangan & cuci tangan sebelum makan (E+D-), tidak jajan sembarangan
&tidak cuci tangan (E-D+), dan tidak jajan sembarangan & cuci tangan
sebelum makan (E-D-).Maka dapat diketahui bahwa sakit thypoid ditunjukan dengan
E+D+ dan E-D+. Untuk yang tidak sakit thypoid ditunjukan dengan E+D- dan
E-D-.
Ø prevalence kelompok terpapar (Po) dapat dicari dari = (E+D+) / (E+D+)
+ (E+D-)
Ø Prevalence kelompok tidak terpapar (P1) dapat dicari dari = (E-D+) / (E-D+)
+ (E-D-)
Ø Rasio Prevalence = Po / P1
Desain studi cross
sectional pada kasus di atas :
Kelebihan rancangan
desain penelitian cross sectional (lintas-bagian atau potong lintang) adalah :
1.
Mudah untuk dilakukan.
2.
Murah.
3.
Tidak memaksa subyek untuk mengalami faktor yang diperkirakan bersifat
merugikan kesehatan(faktor resiko) dan tidak ada subyek yang kehilangan
kesempatan untuk memperoleh terapi yangdiperkirakan bermanfaat.
Kelemahan rancangan
desain penelitian cross sectional (lintas-bagian atau potonglintang) adalah:
1.
Memiliki validitas inferensi yang lemah
dan kurang mewakili sejumlah populasi yang akurat,oleh karena itu penelitian
ini tidak tepat bila digunakan untuk menganalisis hubungan kausal paparan
dan penyakit.
2.
Sulit untuk menentukan sebab dan akibat
karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan.
3.
Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup
banyak, terutama bila variable yang dipelajari banyak.
4.
Tidak praktis untuk meneliti kasus yang
sangat jarang, misalnya kanker lambung, karena pada populasi usia 45-49
tahun diperlukan paling tidak 10.000 subyek untuk mendapatkan suatu kasus
Rancangan Penelitian Case Control
Efek
Faktor
resiko/causa/penyebab
Penelitian ini merupakan rancangan penelitian yang membandingkan antara
kelompok kasus dengan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian
berdasarkan riwayat ada tidaknya paparan. Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat
retrospektif, yaitu rancangan bangun dengan melihat ke belakang dari suatu
kejadian yang berhubungan dengan kejadiankesakitan yang diteliti.
Dengan kata lain dari efek ke faktor resiko atau mencari penyebab/
causa/faktor resikodari penelitian yang dilakukan.
Dalam sebuah studi kasus-kontrol, orang-orang dengan penyakit (kasus) dan
orang-orangt anpa penyakit (non kasus) dibandingkan, yaitu dengan melihat proporsi dalam
masing-masingkelompok, dengan pertimbangan sejarah paparan sebagai perhatian
keuntungan dari desain iniadalah bahwa baik kasus maupun kontrol bisa
dicocokkan pada variabel pembauran potensialseperti usia. Desain ini pada
khususnya berguna untuk studi penyakit yang jarang. Keterbatasan desain ini adalah kerentanan terhadap
penarikan kembali (recall ) serta bentuk lain dari biasinformasi
karena paparan harus secara khusus ditarik kembali oleh kasus dan kontrol atau
harusada dalam data penyimpanan seperti data di rumah sakit.
Ciri penelitian ini adalah: pemilihan subyek berdasarkan status
penyakitnya, untuk kemudian dilakukan amatan apakah subyek mempunyai
riwayat terpapar atau tidak. Subyek yang didiagnosis menderita penyakit
disebut: Kasus berupa insidensi yang muncul dan populasi,sedangkan subyek yang
tidak menderita disebut Kontrol.
Contoh penelitian case control,
penelitian tentang terjadinya masalah gizi (obesitas) padaseseorang ibu
yang tidak bekerja. Ada dua kelompok sampel pada penelitian ini, kelompok
kasus pada ibu yang tidak bekerja dan mengalami gizi (obesitas) dan
kelompok kontrol pada ibu tidak bekerja yang status gizinya normal.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam rancangan
penelitian casecontrol:
Penelitian: “Hubungan antara Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Kebiasaan Merokok
pada Ibu Hamil.”
1.
Mengidentifikasi variabel penelitian
Variabel yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:
Variabel independen : kebisaan merokok
Variabel dependen : berat badan bayi ketika dilahirkan
Variabel kendali : usia dan paritas
Selanjutnya ditentukan batasan variabel tersebut, seperti kebiasaan merokok
waktu hamil termasuk dalam kategori kelompok perokok berat, sedang, atau ringan,
batasan bayi berat lahir rendah adalah kurang dari 2500 gram.
2.
Menetapkan populasi penelitian
Contoh: populasi penelitiannya adalah ibu yang melahirkan jika dilihat dari
jumlah kasus yang ada, kemudian diambil sampel dengan menggunakan teknik sampling yang dikehendaki
peneliti.
3.
Mengidentifikasi kasus yang akan diteliti
Contoh: kasus yang diteliti adalah kasus ibu melahirkan dengan bayi berat
badan rendah pada tahun berapa?
4.
Memilih subjek kontrol
Contoh: kelompok kontrol adalah para ibu yang melahirkan bayi dengan berat
badan normal ( > 2500gram) dengan usia atau paritas yang sama.
5.
Melakukan pengukuran secara
retrospektif
Contoh: Mencari kasus ibu yang melahirkan bayi berat lahir rendah, dan
sewaktu hamil memilikikebiasaan merokok (termasuk frekuensi
merokok sehari-hari).
6.
Menganalisis data
Melakukan uji statistika untuk melihat ada tidaknya hubungan antara ibu
perokok dengan kejadian BBLR.
Contoh lain penelitian
case control adalah:
“Hubungan Jajan
Sembarangan dan Tidak Mencuci Tangan Sebelum makan dengan KejadianThypoid.”
Dalam kasus diatas, kita ingin menyelidiki apakah terjadinya penyakit
thypoiddipengaruhi oleh kebiasaan jajan di sekolah dan kebiasaan cuci tangan
sebelum makan. Untuk keperluan tersebut, kelompok kontrol dipilih dari
anak-anak usia sekolah (5 ± 12 tahun) yangsehat dan tanpa gejala thypoid,
sedangkan kelompok studi sebaiknya dipilih dari anak-anak usiasekolah (5 ± 12
tahun) yang berobat atau berkonsultasi mengenai gejala thypoid: demam
tinggi,diare, nyeri seluruh tubuh, pusing, mual dan muntah. Sedangkan penentuan
status infeksi Salmonella typhosa, kuman penyebab thypoid, menggunakan Widal Test yaitu pemeriksaanlaboratorium yang sering dilakukan sebagai penunjang
diagnosis penyakit thypoid dilihat darigejala-gejala yang terjadi.
Widal Test
adalah suatu pemeriksaan serologi yang berarti bahwa hasil uji widal
positif menunjukkan adanya zat antibody terhadap kuman Salmonella. Uji widal positif menunjukkan bahwa seseorang pernah
kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe tetentu. Untuk hasil (+)dan gejala (+) dijadikan sampel untuk kelompok
studi, dan gejala (-) dijadikan sampel untuk kelompok kontrol.
Pada populasi kasus ini dibagi menjadi 2 yaitu jajan sembarangan &
tidak cuci tangansebelum makan (sebagai kelompok terpapar) dan tidak jajan
sembarangan & cuci tangansebelum makan (sebagai kelompok tidak terpapar).
Sedangkan untuk populasi control juga dibagi menjadi 2 yaitu yaitu jajan sembarangan & tidak cuci tangan
sebelum makan (sebagaikelompok terpapar) dan tidak jajan sembarangan & cuci
tangan sebelum makan (sebagai kelompok terpapar). Riwayat paparan dalam penelitian kasus control dapat
diketahui dari register medik atau berdasarkan wawancara dengan responden
penelitian.
Pada Case control/´retrospektif´, efek (penyakit atau status kesehatan)
diidentifikasi padasaat ini, kemudian factor resiko diidentifikasi adanya atau
terjadinya pada waktu yang lalu.
Dalam kasus ini desain
case control adalah sebagai berikut :
Dalam case-control, Risk Ratio (RR) tidak bisa dihitung, karena kelompok
terpapar dantak terpapar tidak mewakili populasi. Dilakukan pendekatan dengan mengukur ODDS-RATIO (OR).
ODDS RATIO (OR):
Bila p - probabilitas terjadinya suatu event
q - probabilitas tidak terjadinya suatu event
maka : p / q disebut ODDS
Bila p sangat kecil maka : p / q - p
Bila p1 sangat kecil maka : OR ~ RR
Kelebihan rancangan desain penelitian case
control (retrospektif) adalah:
1.
Relatif murah.
2.
Mudah.
3.
Data sudah ada.
4.
Penggunaan waktu tidak lama
Kelemahan rancangan desain penelitian case
control (retrospektif) adalah:
Dalam melacak adanya faktor resiko tentunya
ada kelemahannya yaitu bias karena individu diminta untuk mengingat tentang apa yang pernah
dialaminya dalam terpapar faktor resiko di masa lampau. Bias tersebut dikenal dengan “recall bias” peluang bias lebih besar pada kelompok “nondisease” dibandingkan kelompok “disease”.
Rancangan Penelitian Kohort
Penelitian kohort
merupakan penelitian epidemiologis non-eksperimental yang mengkaji antara variabel independen (faktor resiko)
dan variabel dependen (efek kejadian/penyakit).
Pendekatan yang digunakan pada rancangan penelitian ini adalah
pendekatan waktu secaralongitudinal. Oleh karena itu, penelitian kohort disebut
juga sebagai penelitian prospektif.Peneliti yang menggunakan rancangan ini
mengobservasi variabel independen (faktor resiko)terlebih dahulu, kemudian
subjek diikuti hingga periode waktu tertentu untuk melihat pengaruhvariabel
independen terhadap variabel dependen (kejadian atau penyakit yang diteliti.
Faktor
resiko/causa/penyebab
Efek
Dengan kata lain dari faktor resiko/causa/penyebab ke efek atau mencari
efek dari penelitian yang dilakukan.
Studi kelompok merujuk kepada sebuah desain studi dimana sebuah kelompok
orang yang berbagai paparan umum diamati selama
periode waktu tertentu. Studi kelompok dibedakan dari studi kasus-kontrol dengan dua fitur utama. Pertama, klasifikasi ke
dalam kelompok perbandingan adalah berdasarkan faktor paparan bukan
keluaran. Kedua, studi kelompok melihatdari paparan ke depan daripada dari
penyakit ditarik ke belakang. Terdapat dua jenis utama studi kelompok : prospektif dan retrospektif.
Fitur yang membedakan prospektif dengan restropektif adalah apakah
keluaran yang menjadi perhatian telah muncul saat investigator memulai studi.
Dalam sebuah studi kelompok prospektif, keluaran (penyakit atau non
penyakit) muncul setelah paparan diukur. Dalam sebuah studi kelompok
resrospektif, investigasi diinisiasi setelah baik paparan maupun
keluaran telah muncul.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam rancangan
penelitian kohort:
Pelitian: “Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan
Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah”.
1.
Mengidentifikasi variabel penelitian
Dari contoh judul penelitian di atas maka variabel
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Variabel independen : komunikasi terapeutik
Variabel dependen : tingkat kecemasan.
2.
Menetapkan populasi penelitian
Populasinya adalah sejumlah anak usia prasekolah yang dirawat di ruang
anak. Sampel diambilmenggunakan teknik sampling yang dikehendaki peneliti.
3. Mengidentifikasi subjek penelitian
Mengidentifikasi anak usia prasekolah dengan komunikasi terapeutik yang
baik danmengidentifikasi anak usia prasekolah yang dirawat dengan komunikasi
terapeutik yang kurang baik.
4. Mengobservasi perkembangan subjek penelitian
Mengobservasi perkembangan subjek penelitian dari komunikasi yang baik dan
kurang baik,untuk kemudian dilihat efeknya terhadap tingkat kecemasannya.
5. Analisa data
Menganalisis data secara statistika untuk mecari keterkaitan antara
komunikasi terapeutik dengantingkat kecemasan.
Contoh lain penelitian kohort adalah:
“Hubungan Jajan
Sembarangan dan Tidak Mencuci Tangan Sebelum makan dengan KejadianThypoid.”
Dalam kasus ini populasi non kasus dibagi menjadi 2 yaitu jajan sembarangan
& tidak cuci tangan (sebagai kelompok terpapar, E+) dan tidak jajan
sembarangan & cuci tangan(sebagai kelompok tidak terpapar, E-). Pengamatan
cohort dilakukan secara kontinu, sehinggadiikuti denga follow up. Pada periode
follow up ini kelompok terpapar dibagi menjadi 2 yaituterpapar & sakit
thypoid (E+D+) dan terpapar & tidak sakit thypoid (E+D-). Untuk
kelompok tidak terpapar juga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu tidak
terpapar & sakit thypoid (E-D+) dan tidak terpapar-tidak sakit thypoid (E-D-).
Ø Insidence kelompok terpapar (Po) = (E+D+) / (E+D+) + (E+D-)
Ø Insidence kelompok tidak terpapar (P1) = (E-D+) / (E-D+) + (E-D-)
Ø Relative Risk (RR) = Po / P1
Dalam kasus ini desain
cohort adalah sebagai berikut :Yang dihitung adalah perbandingan resiko menjadi
sakit antara kelompok terpapar dengan kelompok tak terpapar.
Disebut : Relative Risk atau Risk Ratio (RR)
Insiden dikelompok terpapar
RR --
Insiden dikelompok tak terpapa
Kelebihan rancangan
desain penelitian kohort (prospektif) adalah:
1.
Bebas bias seleksi dan recall bias.
2.
Outcome tidak mempengaruhi seleksi.
3.
Dapat dipelajari sejumlah efek secara
serentak.
Kelemahan rancangan
desain penelitian kohort (prospektif) adalah:
1.
Relatif mahal.
2.
Penggunaan waktu jangka lama.
3.
Extraneous variabel kadang sukar
dikontrol.
4.
Ukuran sampel sangat besar untuk penyakit
yang jarang
Sumber : Efi Noferya. M
Tags:
Materi Kuliah
3 komentar
terima kasih, kebetulan sedang akan penelitian hee
BalasHapusthankyou
BalasHapusmengapa desain Cross Sectional paling sering digunakan dalam penelitian?
BalasHapus