PLAGIASI; Pengabaian Hak-Hak Intelektual Tanggapan atas tulisan Rinto Taib & Lanny Losung tentang “BARIFOLA & WORLD CULTURE FORUM 2016”
Pengakuan terhadap karya
orang lain adalah sebuah budaya yang harus dilestarikan sebagai bentuk penghormatan
terhadap kepemilikan gagasan dan ide (properti
Intelektual).-- Dihya Al-Qalby,2010
ORANG PUNYA, ORANG PUNYA. TORANG PUNYA, TORANG
PUNYA. Merupakan pesan yang
sering diucapkan orang tua-tua kita dalam memberikan pandangan dalam mengarungi
kehidupan ini. Pesan yang sangat pendek namun sarat akan makna moral, pesan itu
juga memberi kita panduan dan early
warning dalam bertindak. Bila kita benar-benar mengikuti pesan tersebut
kita akan terhindar dari segala sesuatu yang akan merugikan kita. Sebagai orang
Maluku Utara, saya, anda dan yang lain pasti sering mendengar dan memahami
pesan tersebut.
Orang punya atau
milik orang entah berupa materi ataupun ide, sejatinya adalah miliknya, kita
tidak berhak menggunakannya tanpa ijin (terkait materi) ataupun tidak
mencantumkan sumbernya (terkait ide). Dalam dunia akademik tidak dilarang atau
haram hukumnya untuk mengutip pendapat seseorang secara langsung maupun
parafrase, asalkan kutipan tersebut dicantumkan sumbernya.
Tulisan ini
tidak bermaksud untuk menyudutkan pihak lain, namun ditujukan untuk mengugah kesadaran publik agar bisa
mengahargai karya seseorang terkait dengan karya-karya akademik.Tulisan ini
juga bermaksud untuk meminta klarifikasi terhadap artikel yang ditulis oleh
Saudara Rinto Taib & Lanny Losung dengan judul “BARIFOLA & WORLD CULTURE FORUM 2016”yang dimuat pada kolom
opini Malut Post Edisi 29 Juni 2015.
Sepintas tidak
ada yang salah dengan artikel tersebut, namun bila di teliti secara
seksama,dari 14 paragraf yang berisi 1391 karakter kata, 50 % mirip dengan
tulisan saya yang berjudul “Bari fola;
Modal Sosial dan Instrumentasi Masyarakat Tangguh Bencana” yang dipublish
pada tanggal 30 oktober 2014 di blog pribadi saya http://abhie-institute.blogspot.com/2014/10/bari-fola-modal-sosial-dan.html. Tepatnya indikasi plagiasi dimulai dari paragraf
5 sampai dengan paragraf 11 pada tulisan yang bersangkutan.
Entah sengaja
atau tidak sengaja yang dilakukan penulis yang bersangkutan,patut disesalkan,
mengingat arikel tersebut dimuat di koran dan tentunya akan dibaca oleh publik.
Tanpa disadari kelalaian itu memberi kesan kurang bagus bagi saya secara pribadi,
bahwa orang sekaliber Rinto Taib yang memiliki “nama besar”di kota Ternate dan
partnernya Lanny Losung, telah mempraktekkan cara-cara yang tidak fair. Memang disadari ini bukan dunia
kampus yang ketat dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah, ini hanyalah
artikel populer yang dimuat media cetak, pastinya berbeda dalam kaidah
penulisannya. Tetapi 1 hal, bahwa ide atau gagasan seseorang yang dituangkan
dalam sebuah tulisan patut di apresiasi, tanpa terkecuali.
Indikasi Plagiasi
Uraian terkait
praktek plagiasi yang dilakukan akan ditampilkan 2 paragraf saja dari 7
paragraf yang terindikasi plagiasi,mengingat keterbatas ruang yang disediakan.
Kelalaian
dimulai pada artikel tersebut terletak pada paragraf 5 yang berbunyi: “Tradisi Bari di masa lalu dilakukan terutama
untuk sesama manusia dengan maksud untuk meringankan pekerjaan, di antaranya
membantu sesama warga masyarakat membangun rumah, membuka kebun atau ladang,
bahkan menjadi kekuatan pembangunan dalam mengadakan sarana prasarana umum
misalnya sekolah, rumah ibadah, pasar rakyat/tradisional, jalan, jembatan,
sarana perekonomian dan lainnya”.
Pada paragraf
tersebut mirip dengan tulisan saya pada artikel “Bari fola; Modal sosial dan instrumentasi Masyarakat Tangguh Bencana”.
Tepatnya pada paragraf 11,yang berbunyi: “Tradisi
Bari dimasa lalu dilakukan terutama untuk sesama dengan maksud untuk
meringankan pekerjaan, diantaranya membantu sesama warga masyarakat membangun
rumah, membuka kebun atau ladang, bahkan menjadi kekuatan pembangunan dalam
mengadakan sarana prasarana umum misalnya sekolah, rumah ibadah, pasar
rakyat/tradisional, jalan, jembatan, sarana perekonomian dan lainnya”.
Kemudian pada paragraf
10, berbunyi “Bari Fola dalam konteks ini
dapat ditafsirkan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi
antara orang-orang dalam suatu komunitas. Sebuah interaksi dapat terjadi dalam
skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi
manakala relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian
melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada
saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan
organisasi lainnya, yang juga dapat dikatakan akan memunculkan nilai-nilai dan
norma-norma bersama, bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai bersama,
asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan (trust) yang pada
gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur”.
Terdapat
kesamaan dengan tulisan saya pada paragraf 30, yang berbunyi: “Bari Fola dapat diartikan sebagai sumber
(resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Sebuah
interaksi dapat terjadi dalam skala
individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala relasi intim antara individu
terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi
dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan
organisasi lainnya, yang juga dapat dikatakan akan memunculkan nilai-nilai dan norma-norma
bersama, bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut
menghasilkan kepercayaan (trust) yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan
terukur[23]”.
Catatan: Tulisan ini telah dikirim ke Harian Malut Post namun tidak pernah dimuat, tanpa disertai alasan kenapa tulisan ini tidak dimuat....
0 komentar