• Home
  • Download
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Social
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Travel
  • Contact Us

Al-Qalby Institute

“Didiklah dan persiapkanlah generasi penerusmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu, karena mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan lagi zamanmu”. By Sayyidina Ali

Oleh: Suleman Samuda
Pemuda Bastiong Talangame dan Ketua Markas Komando Bastiong Talangame

Sesaat setelah membaca judul tulisan ini, akan muncul pertanyaan apa itu “Bastiong Talangame Dream”?. Perlu diketahui bahwa Bastiong Talangame Dream merupakan sebuah impian yang dirumuskan oleh Pemuda Bastiong Talangame yang tertuang dalam “Bastiong Talangame Message 2015”, dengan tagline Dari Bastiong Talangame untuk Kota Ternate. Bastiong Talangame Dream dimaksudkan untuk memberi isyarat kepada Pemimpin (Walikota dan Wakil Walikota) Ternate bahwa Pemerintah yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan pembangunan yang inklusif merupakan sebuah keniscayaan yang harus di wujudkan dalam tata kelola pemerintah.

Tunggangan Politik
Saat ini hingga beberapa bulan kedepan, isu kinerja pemerintah terkait dengan pemerintahan yang responsif dan pembangunan yang inklusif tetap akan menjadi isu seksi yang mengundang banyak pihak baik akademisi, masyarakat, maupun terutama para politisi, para birokrat dan pimpinan birokrasi, hanya untuk sekedar mendiskusikan dalam menakar dan menggambar birokrasi dan program pembangunan pemerintahan sebelumnya dan bahkan ada juga yang menjadikan sebagai amunisi politik untuk menyerang pihak lawan ditengah momentum pemilihan walikota Ternate periode 2016-2021.

Pernyataan ini sengaja saya simpulkan dengan berdasarkan fakta bahwa belakangan ini banyak sekali kerancuan yang muncul kepermukaan dalam menilai kinerja pemerintah dan tentunya ini juga menjadi sorotan masyarakat yang dikompori oleh pihak oposan dalam menabuh genderang “perang” politik. Untuk itu, saya mengangkat kedalam tulisan ini dengan maksud agar kinerja pemerintah didudukkan sebagai diskursus dalam rangka perbaikan pemerintahan kedepan, agar diskursus terkait kinerja pemerintah senantiasa berada pada jalan (track) yang benar dan tepat dalam rangka membangun pemerintah yang responsif dan pembangunan yang inklusif bagi masyarakat kota Ternate.

Patut disesalkan, ketika momentum politik seperti ini, dia yang seharusnya mendudukan dirinya sebagai bapak pemersatu, namun ia datang dan berperan sebagai kuda tunggangan ketika sosok calon walikota yang paranoid akibat gagal berulangkali dalam pencalonan. Ketika semua lapisan masyarakat mulai diajak kembali ke romantisme masa lalu saat menjadi pemimpin daerah ini. Sekalipun dalam masa kepemimpinannya penuh celah dan kekurangan sana-sini, dipoles agar terlihat berhasil dan mengagumkan. Sosok ini di tonjolkan dengan harapan akan membangkitkan unsur ikutan seperti: land lord dan ethnicity, dalam mendulang perolehan suara.

Titik Tekan Membentuk Pemerintah yang responif
Seyogyanya menjadi perhatian semua pihak bahwa pemerintah (birokrasi) merupakan kekuatan besar. Kegiatannya menyentuh hampir setiap sendi kehidupan warga negara. Ini menandakan bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Karena masyarakat yang hidup dalam suatu teritorial terpaksa menerima kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut tanpa terkecuali. Selain itu memang birokrasi merupakan garis terdepan (level street bureaucrat) yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik kepada masyarakat.

Tidak berlebihan bila ada yang beranggapan bahwa gagalnya tata kelola pemerintah akan berdampak luas pada nasib masyarakat, dan tentu saja berdampak pada pembangunan dan pelayanan publik. Nasib masyarakat akan semakin terpuruk karena pemerintah tidak responsif terhadap setiap kebutuhan masyarakat serta tidak berfungsinya pelayanan publik karena pelayanan tidak inklusif dan akan cenderung mendistorsi pembangunan yang berkeadilan, pembangunan untuk seluruh lapisan masyarakat.

Derajat kepekaan pemerintah untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan sosial ekonomi. Menjadi cerminan dalam mengukur apakah suatu pemerintah responsif atau tidak. Karena kedudukan pemerintah seharusnya sebagai pelayan masyarakat yang bersifat horizontal partisipative.

Mambangun prakarsa publik melalui perubahan mindset tata kelola pemerintah yang cendrung vertical-top down menjadi pemerintah yang lebih ramah dan dekat dengan masyarakat dengan menggagas program “public hearing” dengan fokus penyelenggaran di tingkat kelurahan. Public hearing berbeda dengan model komunikasi pembangunan yang dipakai Jokowi yakni blusukan. Bila blusukan hanya menempatkan kepala daerah sebagai tokoh sentral, sebaliknya public hearing menempatkan masyarakat sebagai tokoh sentral. Dengan public hearing sama saja dengan meniadakan limitasi peran serta publik dalam program pembangunan

Dalam menjalankan program public hearing dibutuhkan bridging leader. Dengan kapasitas kepemimpinan yang mampu menggerakkan  dan menjaga proses perubahan dari beragam stakeholder. Bridging leader menekankan kolaborasi antara berbagai SKPD dengan menanggalkan ego sektoral untuk menjawab tuntutan masyarakat.

Pembangungan yang Inklusif
Pada tingkat terendah pembangunan yang inklusif mengacu pada individu sebagai perwujudan dari free will yang melekat pada diri-diri manusia sebagai salah satu pemberian paling berharga dari sang pencipta. Pembangunan yang inklusif memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi setiap masyarakat untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal sebagai jaminan terselenggaranya social order. Menafikkan keberagaman masyarakat baik dari segi potensi dan asal muasal  sama saja dengan membiarkan daerah ini tercabik-cabik.
Pembangunan yang inklusif diharapan akan mendorong kemampuan daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik ekonomis, geografis dan sosial budayanya.

Akhir kata, hanya para pemimpin berkomitmen dan mampu memberi teladan serta benar-benar meluhurkan nilai-nilai moral dan akhlak, yang mampu menjalankan amanah yang dititipkan rakyat untuk membentuk pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat akan pembangunan yang inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, dalam kerangka dasar membangun Kota Ternate yang Insya Allah lebih baik dalam tatanan adat seatorang.
Suatu ketika saya mendapati sekumpulan anak muda yang sedang berdiskusi. Salah seorangnya berseru menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi faktual daerah ini. Dengan lantang menyatakan, "sudah lima tahun menjabat tetapi janji-janji politik saat pencalonan lima tahun lalu tidak dipenuhi, ada persoalan-persolan mendasar yang tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintahan mereka, sebelum selesai masa jabatannya, kita harus menuntut (menagih) janji mereka agar dipenuhi”. Lantas yang lain berseloroh menyatakan “kamu kan dahulu termasuk tim sukses yang berhasil mengantar pasangan tersebut menduduki jabatan penghulu daerah ini?”. Dan yang lain juga menyatakan “Demokrasi kitakan demokrasi supermarket dimana bila anda memilih seorang pemimpin yang menjanjikan sesuatu kemudian dia ingkar janji setelah jadi sedangkan anda tidak punya kuasa untuk menarik dukungan anda. Perlu diingat  ada hukum yang berlaku di supermarket "barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar/dikembalikan"

Rupanya dari peristiwa ini menggambarkan bahwa begitu mudahnya menarik dukungan dengan menyodorkan permasalahan tanpa disertai indikator yang jelas untuk menilai keberhasilan atau kegagalan suatu rezim  sebagai justifikasi perubahan peran dan sikapnya. Wacana menagih janji politik dengan menggulirkan visi-misi dengan mengatasnamakan suara rakyat adalah suara tuhan untuk melabeli keresahannya. Ini menandakan kecendrungan kedua arah, pertama kecewa sebagai masyarakat yang terekslusi oleh kebijakan pemerintah dan yang kedua kecewa sebagai martir (tim sukses) karena tidak mendapatkan imbalan yang layak (menurutnya).

Keprihatinan dalam bentuk kritikan sah-sah saja disampaikan dalam era demokrasi saat ini, namun perlu diingat bahwa dalam mengkritik kita harus obyektif dalam melihat kondisi faktual. Obyektif dengan menentapkan indikator yang digunakan untuk mengkritik. Bukan malah mengkritik dengan tendensi politik. tentunya masyarakat berharap bahwa kritik yang ditujukan kepada pemimpin harus menjelaskan secara rasional bentuk keprihatinan yang disertai dengan data-data, bukan malah menyajikan permainan kata-kata yang mirip seperti bait-bait puisi.

Kritikan yang disampaikan menjelang momentum pemilukada menunjukkan bahwa arena kontestasi politik lokal mulai berdenyut, riak-riak kecil yang ditimbulkan kekecewaan mulai menampakkan diri dengan memanfaatkan kompetisi antara pasangan calon yang bertarung pada momentum pemilukada.

Pemilukada merupakan arena kontestasi politik dengan kompetisi antar pasangan kandidat dan pemenangan ditentukan suara terbanyak oleh pemilih. Bila disimak secara saksama secara konseptual metafora itu terwujud dari tiga modal utama yang dimiliki oleh para calon yang akan mengikuti kontestasi dalam pemilukada tersebut. Ketiga modal itu adalah political capital, social capital dan economical capital (Marijan Kacung, 2006;89). ketiga modal ini dapat mempengaruhi seorang kandidat dalam memperoleh dukungan dari masyarakat. Semakin besar akumulasi modal yang dimiliki oleh seorang kandidat maka semakin besar pula dukungan yang diperoleh dan semakin besar pula hasrat komprador politik untuk bergabung guna mengeruk keuntungan.

Celakanya elit lokal yang bertarung tidak memiliki keseluruhan modal utama tersebut dan diperparah dengan sikap paranoid dari elit yang bersangkutan. Disinilah celah yang dimanfaat oleh komprador politik untuk bermanuver. Sikap opurtunis, pemburu rente komprador politik lalu bersenyawa dengan sikap paranoid membentuk kontruksi relasi simbiosis mutualis dengan mengorbankan kepentingan daerah (masyarakat).

Mereka (komprador) ini gemar terlibat dalam aktivitas politik yang menggunakan mekanisme demokrasi langsung dengan penetapan jumlah suara terbanyak sebagai penentu pemenang. Mereka [komprador] sudah terbiasa mendudukan dirinya sebagai operator yang berjiwa kacung, tetapi berpenampilan elit yang seakan-akan berilmu. Padahal tidak memiliki pengetahuan mengoperasionalkan komunikasi politik untuk menjajakan barang dagangannya (marketing politic).  Vox populi, vox dei seolah menjadi mantra sakti untuk melabeli setiap aktivitas mereka.

Daerah ini hancur oleh aktivitas relasi transaksional antara Pemimpin-Komprador politik dan kepentingan masyarakat sebagai tumbalnya, relasi ini terbangun saat momentum politik akibat ulah para komprador politik, yang pastinya mereka berjiwa munafik-bicara dusta-ingkar janji dan khianat. Dimana akan menjadi oposan bila imbalan yang diterima tidak sebanding dengan harapan mereka.

Tidak berlebihan bila komprador politik dengan mudah menarik dukungan dan berperan sebagai oposan, dengan mengkritik penguasa karena demokrasi memberikan mereka ruang untuk itu. Demokrasi memberi mereka (komprador) tempat untuk bersiyasah menancapkan kepentingan pribadi diatas kepentingan masyarakat. Maklum, demokrasi ditafsir dengan nalar oportunis dan pemburu rente yang sudah barang tentu menguntungkan secara ekonomi maupun politik.


Dengan kenyataan demikian lantas siapa yang harus menghentikannya? Demokrasi yang kita pilih sebagai instrumen dalam menentukan dan memilih pemimpin harus dikembalikan pada khitahnya yakni dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat melalui pematang konstitusioal. Memang muncul sebuah dilema di sini. Jika watak oportunis, pemburu rente dan pengkhianatan terhadap kepentingan masyarakat, dan berhak menggugah kesadaran publik tanpa merasa bersalah karena turut andil mengantarkan elit lokal ke tampuk singgasana penghulu daerah ini, itu tetap saja berjalan,  maka menurut saya sangat sederhana dan singkat untuk mengatakan : "Itu karena mereka merasa benar dijalan yang sesat”.Top of Form
Pengakuan terhadap karya orang lain adalah sebuah budaya yang harus dilestarikan sebagai bentuk penghormatan terhadap kepemilikan gagasan dan ide (properti Intelektual).-- Dihya Al-Qalby,2010

ORANG PUNYA, ORANG PUNYA. TORANG PUNYA, TORANG PUNYA. Merupakan pesan yang sering diucapkan orang tua-tua kita dalam memberikan pandangan dalam mengarungi kehidupan ini. Pesan yang sangat pendek namun sarat akan makna moral, pesan itu juga memberi kita panduan dan early warning dalam bertindak. Bila kita benar-benar mengikuti pesan tersebut kita akan terhindar dari segala sesuatu yang akan merugikan kita. Sebagai orang Maluku Utara, saya, anda dan yang lain pasti sering mendengar dan memahami pesan tersebut.

Orang punya atau milik orang entah berupa materi ataupun ide, sejatinya adalah miliknya, kita tidak berhak menggunakannya tanpa ijin (terkait materi) ataupun tidak mencantumkan sumbernya (terkait ide). Dalam dunia akademik tidak dilarang atau haram hukumnya untuk mengutip pendapat seseorang secara langsung maupun parafrase, asalkan kutipan tersebut dicantumkan sumbernya.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyudutkan pihak lain, namun ditujukan untuk mengugah kesadaran publik agar bisa mengahargai karya seseorang terkait dengan karya-karya akademik.Tulisan ini juga bermaksud untuk meminta klarifikasi terhadap artikel yang ditulis oleh Saudara Rinto Taib & Lanny Losung dengan judul “BARIFOLA & WORLD CULTURE FORUM 2016”yang dimuat pada kolom opini Malut Post Edisi 29 Juni 2015.

Sepintas tidak ada yang salah dengan artikel tersebut, namun bila di teliti secara seksama,dari 14 paragraf yang berisi 1391 karakter kata, 50 % mirip dengan tulisan saya yang berjudul “Bari fola; Modal Sosial dan Instrumentasi Masyarakat Tangguh Bencana” yang dipublish pada tanggal 30 oktober 2014 di blog pribadi saya http://abhie-institute.blogspot.com/2014/10/bari-fola-modal-sosial-dan.html. Tepatnya indikasi plagiasi dimulai dari paragraf 5 sampai dengan paragraf 11 pada tulisan yang bersangkutan.

Entah sengaja atau tidak sengaja yang dilakukan penulis yang bersangkutan,patut disesalkan, mengingat arikel tersebut dimuat di koran dan tentunya akan dibaca oleh publik. Tanpa disadari kelalaian itu memberi kesan kurang bagus bagi saya secara pribadi, bahwa orang sekaliber Rinto Taib yang memiliki “nama besar”di kota Ternate dan partnernya Lanny Losung, telah mempraktekkan cara-cara yang tidak fair. Memang disadari ini bukan dunia kampus yang ketat dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah, ini hanyalah artikel populer yang dimuat media cetak, pastinya berbeda dalam kaidah penulisannya. Tetapi 1 hal, bahwa ide atau gagasan seseorang yang dituangkan dalam sebuah tulisan patut di apresiasi, tanpa terkecuali.

Indikasi Plagiasi 
Uraian terkait praktek plagiasi yang dilakukan akan ditampilkan 2 paragraf saja dari 7 paragraf yang terindikasi plagiasi,mengingat keterbatas ruang yang disediakan.

Kelalaian dimulai pada artikel tersebut terletak pada paragraf 5 yang berbunyi: “Tradisi Bari di masa lalu dilakukan terutama untuk sesama manusia dengan maksud untuk meringankan pekerjaan, di antaranya membantu sesama warga masyarakat membangun rumah, membuka kebun atau ladang, bahkan menjadi kekuatan pembangunan dalam mengadakan sarana prasarana umum misalnya sekolah, rumah ibadah, pasar rakyat/tradisional, jalan, jembatan, sarana perekonomian dan lainnya”.

Pada paragraf tersebut mirip dengan tulisan saya pada artikel “Bari fola; Modal sosial dan instrumentasi Masyarakat Tangguh Bencana”. Tepatnya pada paragraf 11,yang berbunyi: “Tradisi Bari dimasa lalu dilakukan terutama untuk sesama dengan maksud untuk meringankan pekerjaan, diantaranya membantu sesama warga masyarakat membangun rumah, membuka kebun atau ladang, bahkan menjadi kekuatan pembangunan dalam mengadakan sarana prasarana umum misalnya sekolah, rumah ibadah, pasar rakyat/tradisional, jalan, jembatan, sarana perekonomian dan lainnya”.

Kemudian pada paragraf 10, berbunyi “Bari Fola dalam konteks ini dapat ditafsirkan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Sebuah interaksi dapat terjadi dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya, yang juga dapat dikatakan akan memunculkan nilai-nilai dan norma-norma bersama, bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan (trust) yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur”.

Terdapat kesamaan dengan tulisan saya pada paragraf 30, yang berbunyi: “Bari Fola dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara  orang-orang dalam suatu komunitas. Sebuah interaksi  dapat terjadi dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi  manakala relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan  emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi  memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya, yang juga dapat dikatakan akan  memunculkan nilai-nilai dan norma-norma bersama, bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai  bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan (trust) yang pada gilirannya  memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur[23]”.

Akhir kata, pengahargaan terhadap karya orang lain, sejatinya adalah penghargaan terhadap diri sendiri, dengan menghargai tidak membuat kita rendah (secara kualitas), tetapi menempatkan kita sebagi manusia yang sadar akan segala keterbatasn yang dimiliki.Kesempurnaan hanya milik-Nya....


Catatan: Tulisan ini telah dikirim ke Harian Malut Post namun tidak pernah dimuat, tanpa disertai alasan kenapa tulisan ini tidak dimuat....
Malam minggu atau biasa disebut weekend merupakan malam  yang ditunggu khalayak mulai dari anak sekolah sampai orang kantoran untuk melepas segala kepenatan fisik maupun pikiran selama seminggu beraktifitas. Setiap orang dalam menghabiskan malam minggu pasti berbeda-beda sesuai dengan ekspektasi orang tersebut
Seperti orang kebanyakan yang selalu menanti hari libur saya juga seperti itu namun malam minggu kali ini rutinitas yang saya jalani  agak berbeda   dibandingkan dengan malam-malam minggu sebelumnya. Mungkin karena sedang mengalami cobaan.
Malam beranjak larut jam didinding  menunjuk pukul 12 malam setelah menemani ibu yang lagi sakit. kata dokter sakit ibu agak parah sedih melihat kondisi ibu yang lemah tak berdaya di pembaringan. Seraya “berpasrah”  dan Iklas atas kehendak sang khalik. Dalam menjalani hari-hari terhitung sejak ibu sakit setiap saat desahan nafasku adalah doa buat ibu moga cepat sembuh….
Selepas menemani ibu, Saya melanjutkan hobi  menonton sepak bola di salah satu stasiun tv swasta bersama beberapa teman.  sesaat kemudian pandangan mata ini tidak bisa konsentrasi tergannggu dengan dentuman musik yang semakin malam semakin keras…. Pikiran mulai bertanya-tanya dan menerawang mencari tahu ada hajatan apa sehingga di gelar pesta, terlintas teringat akan sebuah baliho yang terpampang di sekitar lampu merah jalan raya Bastiong Talangame yang berisi tentang perayaan menyambut tahun baru Islam, dengan mengingat baliho tersebut untuk sementara satu pertanyaan terjawab dari berjuta pertanyaan yang menggangu kosentrasi, mungkin hajatan tersebut digelar untuk menyambut tahun baru Islam.. Terdengar agak klise dan naif namun namanya analisis, formulasi yang sering dipakai untuk memulai analisis yaitu kata mungkin atau kemungkinan meskipun hasilnya premature.
Dahi berkerut tak habis pikir kalau benar hajatan pesta yang digelar malam ini dalam rangka menyambut  tahun baru Islam,  nanti apa kata dunia…  Tapi biarlah dunia berkata apa yang penting happy. Itu menurut mereka bukan saya….
 Di kota Ternate pesta seolah-olah menjadi sebuah keniscayaan dalam mensyukuri setiap  nikmat yang diberikan oleh sang maha kuasa. Mulai dari pernikahan, sunatan, cukur rambut/akikah, wisuda, atau apapun, kadang tanpa ada alasan yang jelas pesta juga sering digelar. Tak bisa terbayang kalau  orang meninggalpun digelar pesta naudzu bilahi min dzalik….
Tak tahan dengan rasa penasaran yang mengganggu pikiran sehingga tak kosentrasi menonton sepak bola dilayar kaca, saya beranjak pergi mengikuti suara dentuman musik yang terbawa oleh angin malam, tak berselang lama sampai juga di tempat pesta karena lokasinya tak jauh dari rumah. Lapangan yang sehari-hari dipakai bermain sepak bola malam itu berubah menjadi tempat berjingkrak-jingkrak mengikuti ritme irama music.
Sesampai di tempat pesta berlagak seperti detektif, mata ini menerawang menjelajahi setiap jengkal lapangan yang ditutupi dengan tenti/tenda  untuk menjawab rasa penasaran yang sedari tadi mengaganggu pikiranku.. Seluruh anak muda yang berada di areal tersebut seakan akan tanpa sadar terhipnotis oleh suara music. Beragam koreo joget/disco diperagakan. Ada yang berpasang-pasangan ada juga yang sendirian. Tapi Bukan itu yang membuat saya kaget. Bagi saya mungkin pesta malam ini merupakan pelepas dahaga tuk berpesta/joget setelah sekian lama pesta joget tidak digelar dikarenakan kepolisian  selaku institusi pemberi ijin  tidak mengeluarkan ijin keramaian dalam penyelenggaraan pesta setelah bentrok yang terjadi dengan melibatkan kelurahan Tobona dan kelurahan Mangga Dua yang memakan korban jiwa beberapa bulan lalu….

Sejurus kemudian mata ini dibuat terbelalak dan terperangah melihat sebuah kenyataan yang terjadi didepan mata. Ibaratnya dengan melihat kenyataan tersebut membuatku seperti dihantam pukulan  Mike Tyson sileher beton… Namun beruntung bukan pukulan sebenarnya kalau tidak bisa-bisa masuk ICCU….. Ternyata sebagian besar anak-anak muda yang berjonget, berjingkrak-jingkrak mengikuti irama music tersebut adalah anak-anak dibawah umur. Kira-kira seumuran anak smp kelas 2 atau 13-14 tahun.
Ada apa sebenarnya ? sampai sejauh inikah degradasi moral melanda generasi muda yang menjunjung tinggi adat seatorang,…….????? Sebegitu parahkan keadaan generasi muda? Bagaimana nasib daerah ini kedepan jika generasi mudanya sudah senang berpesta pora bukan melakukan hal-hal yang positif... Wallahualam, ya rabb ini kah pertanda kehancuran daerah ini?
Sembari berdesah panjang, sepintas saya  mencoba  menganalisis  dengan  tidak menggunakan metode baku tapi mencoba mencari kebenaran mungkin menurut sebagian orang subyektif  atau apapun tapi yang penting tidak melanggar kaida normative maupun etika.
Mungkinkah anak-anak baru gede tersebut bisa dijerat dengan hokum karena berbagai gaya yang diperagakan saat berjoget sudah mengarah pada gerakan gerakan erotis, gerakan yang mengundang hasrat birahi lawan jenis. Ditempat/ruang terbuka saja sudah seperti itu apalagi di tempat tertutup [diskotik]?,  pikiran mulai liar dan agak nakal membayangkan sesuatu yang terjadi didiskotik. Jangan-jangan rusaknya moral dan maraknya praktek prostitusi yang melanda pelajar dimulai dari sini, hanya untuk memenuhi tuntutan life style. Terlalu premature untuk menjustifikasi dan menyederhanakan realitas yang terjadi tapi paling tidak tidak ada pihak yang saya salahkan dengan kondisi seperti ini.  Setelah mengamati pesta tersebut dengan mimik resah bercampur heran. Saya berjalan pulang menuju rumah.
Berakrab dengan keresahanku yang terakhir hidup ini semakin tidak aku pahami, setiap aku kebingunngan aku semakin nyaman dengannya sebab semakin bingung  membuatku semakin kritis dan mencoba menganlisis  sesuatu.....
 Bastiong Talangame, 02 Desember 2011


Abu Al_Qalby
Mengakui sesuatu yang tidak diketahui lebih terhormat kemudian belajar daripada mengatakan dan menjalankan sesuatu yang tidak diketahui adalah hina. (Dihya Al-Qalby S. 2010)

Setelah dilantik publik Maluku Utara disuguhi hiburan pementasan teater di Gosale Puncak yang menjemukan sekaligus memuakkan. Bagaimana tidak “menjemukan” dan “memuakkan”. Kebijakan yang diterbitkan selalu menimbulkan permasalahan secara administratif maupun politis dan tidak berdampak signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat Maluku Utara. Bahkan dalam kabinet AGK Mantab sendiri ada resistensi dari kebijakan tersebut. Mengutip istilah sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer,  perombakan kabinet setelah pelantikan, Penunjukan Sekwan Propinsi dan pengusulan PLT Bupati Taliabu ibarat “badai dalam secangkir kopi.” Jika dirunut kisruh baik secara administratif maupun politis tidak akan cukup ruang untuk mengurai satu persatu benang kusut ini.  Kenyataan seperti ini buat saya semakin ragu governability dari sang gubernur dalam memimpin daerah ini sampai berakhir periode kepemimpinannya.

Tentunya ada yang berpendapat bahwa argumentasi saya masih prematur terkait keraguan governability sang gubernur, sehingga perlu di kaji lebih mendalam lagi. Namun dari berita tentang sengkarut kebijakan sang gubernur yang menghiasi media masa lokal bisa dijadikan parameter sementara untuk mengatakan bahwa gubernur saat ini tidak memilki governability.  Alhasil roda pemerintahan yang dijalankan dan dikontrol dari Goale puncak seperti pentas teater, dimana ada riak-riak yang mewaranai setiap sekuen, euforia kemenangan ditandai dengan bagi-bagi jabatan didalam tubuh birokrasi maupun BUMD bagi “martir” dalam perhelatan pilgub. Artinya politik post-election bukan saja power sharing, melainkan juga resource sharing. Dan yang pihak yang kalah siap di”matikan” kariernya, seperti kata William Riker (1982: 9) “the function of voting is to control officials, and no more”.

Sekuen pertama
Promosi dan roling jabatan dalam birokrasi maupun badan usaha milik daerah  (BUMD) tidak bisa hanya diletakkan melalui justifikasi konstitusional belaka: bahwa itu merupakan hak prerogatif gubernur namun kita bisa meletakkan juga dalam bingkai ekonomi politik  yakni Bagi-bagi kekuasaan dalam berbagai level jabatan dalam birokrasi dan BUMD menunjukkan gubernur telah dibajak oleh beragam kepentingan, hasil dari praktek vote-buying yang melibatkan timses (mucikari), komprador (pemilik modal) dan birokrat yang memiliki kuasa struktural saat pilgub. Hal ini bukan sesuatu yang baru dalam kanca politik di Indonesia, Nankyung Choi (2004) pernah mengungkapakan pola aktual seperti ini  terjadi dalam pemilihan kepala daerah pasca reformasi, sebagai akibat dari vote-selling terjadi di level akar rumput dan high cost.  Ingat There no ain’t such thing as a free lunch, idiom sederhana yang berfungsi sebagai early warning system  untuk bertindak dalam ranah politik.

Kebijakan seperti ini, tentunya akan melahirkan figur-figur predator (pejabat rente) yang memangsa figur-figur “innocent”. The right man on the right place yang diagung-agungkan dalam pengembangan organisasi modern dilanggar. Terlepas dari konsekuensi sistemik sistem pemerintahan didaerah dan karakter kepemimpinan kepala daerah (gubernur), eksistensi pejabat rente adalah bagian dari lingkaran setan korupsi dengan jabatan dan dinas (SKPD) sebagai episentrum serta BUMD. Posisi pejabat rente di dalam berbagai level jabatan strategis (basah) pada dinas “basah” jamak ditujukan sebagai ‘anjungan tunai mandiri’ untuk sekedar memenuhi kebutuhan pribadi pejabat rente atau memenuhi permintaan sang Tuan.  Kemudian eksistensi pejabat rente sebagai perwujudan legitimasi diperoleh sebagai imbalan kedekatan dengan gubernur maupun wagub dan juga sebagai imbalan “pengorbanan” saat proses pilgub, bukan diperoleh karena integritas dan kapabilitas mereka.

Sekuen kedua
Sikap ambivalensi ditunjukkan Gubernur terkait penggunaan anggaran dalam  APBD T.A. 2015. Dalam berbagai kesempatan Gubernur pernah mengeluarkan statement “prioritas” penggunaaan anggaran tahun 2015 untuk Kab. Halsel, namun wacana tersebut menuai kritik dan desakan dari beberapa pemda dengan serta merta Gubernur disertai candaan mengatakan bahwa itu hanya “basedu”. Atau hanya semacam strategi “the test of water”, untuk melihat sejauh mana reaksi publik, jika reaksinya positif maka kebijakan tetap dijalankan tidak hanya sebatas wacana sebaliknya bila publik bereaksi negatif, maka wacana kebijakan tersebut hanya sekedar wacana untuk melengkapi pementasan teater. Sikap ambivalensi gubernur inilah barangkali yang disebut Erving Goffman sebagai dramaturgi.

Setali tiga uang dengan wacana prioritas penggunaan anggaran, ada juga wacana untuk meangalokasikan 100 M untuk PT. Kebijakan ini kalau di amati perkembangannya seolah-olah Gubernur meciptakan konfrontasi antara legislatif dengan kalangan kampus (forum rektor) maupun dalam kalangan kampus itu sendiri. Terlepas dari direalisasikan atau tidak direalisasikan kebijakan tersebut tanpa sadar gubernur telah menjalankan strategi distribusi problem atas “kegagalan negosiasi anggaran dengan parlemen.

Anggaran sebagai perwujudan keberpihakkan pemerintah daerah yang lahir dari proses botom-up tentunnya lebih responsif terhadap kebutuhan si miskin dan menjadi problem solving bagi daerah ini. Namun bila anggaran ditujukkan untuk kepentingan komprador, sebagai bentuk politik balas jasa, maka jangan pernah mengklaim kepentingan dijalankan atau dari “HATI”. Dengan demikian nalar kerja anggaran sebagai problem solving berpindah menjadi rent-seeking dan distribusi problem.

Sekuen Ketiga
RPJMD adalah roh dan instrumen navigasi bagi gubernur dalam menyusun RKP setiap tahun. Tanpa intrumen navigasi dipastikan gubernur beserta jajarannya akan kesulitan untuk menjalankan program pembangunan. Sangat Paradoks, RPJMD sebagai “roh” dan intrumen navigasi dari kepemimpinan AGK-Manthab dalam mejalankan program pembangunan di”abaikan”, ini terbukti dari Draf RPJMD provinsi Maluku Utara yang dikonsultasikan Bappeda, ditolak Menteri Dalam Negeri (Mendagri).  Ada kecurigaan proses penyusunan Dokumen RPJMD tidak taat asas dan tidak mengikuti alur dan juga Dokumen RPJMD di plagiasi dari RPJMD Propinsi Jawa Barat serta Dokumen RPJMD tidak sinkron dengan RPJMN.

Perlu diingat bahwa Penyusunan Dokumen RPJMD, keberadaan Data sangat vital adanya. Setiap klaim maupun argumentasi yang ada dalam RPJMD harus didukung oleh data sebagai pembuktian. RPJMD bukan hanya narasi prolog yang menggambarkan keadaan daerah ini secara subyektif namun RPJMD adalah desain pembangunan untuk menjawab permasalahan utama pembangunan daerah ini (internal) dan mengantisipasi tantangan eksternal. Disinilah peran krusial dari Balitbangda sebagai bank data dan penyuplai data (selain BPS) bagi Bappeda dalam menyusun Dokumen RPJMD.

Selain keberadaan data, peran tim penyusun RPJMD juga sangat penting keberadaannya. RPJMD tidak dominan berbicara dari aspek ekonomi tetapi multi aspek sehingga tim asistensi dari perguruan tinggi harus dipilih berdasarkan keahlian bukan berdasarkan kedekatan dengan imperium kekuasaan....

Tentunya, ironi ini tidak salah bila kesalahan ditimpakan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai penghulu daerah Maluku Utara.

To be Continued

Pementasan Teater Gosale puncak tidak berakhir sampai disini, kita tunggu sekuen berikutnya, bila Gubernur tidak pernah belajar dari berbagai sengkarut yang timbul sebagai akibat dari kelemahan governability  Gubernur sebagai penghulu daerah ini. To be Continued.....!!!!!
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

LATEST POSTS

  • Metode Penelitian CROSS-SECTIONAL
    Sumber Gambar dari Google Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak ada follow ...
  • Merencanakan Pembangunan
    sumber gambar:  bangimsarlubis.wordpress.com BARANGKALI tujuan paling penting bagi semua pemerintahan adalah melakukan pembangunan. Bah...
  • Memahami Wacana dan Perkembangan Civil Society Organization/CSO di Indonesia
    Fase Perkembangan Civil Society dan Civil Society Organizations/CSOs Berbicara tentang gerakan civil society di Indonesia, di tengah peng...
  • Letakkan Dunia ditanganmu bukan Hatimu
    “Hidup adalah Ujian” Penggalan Kalimat ini sering kita dengar, bukan  tidak berdasar tetapi sesuai dengan firman Allah   menjadikan  hidu...
  • PLAGIARISME
    Sumber Gambar  rmtcumi.wordpress.com    Anti Plagiarisme adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk mengajarkan kepada kita semua agar...
  • Album Program Magang Dosen Dikti di UGM Tahun 2012 [part 1]
    Lantai 3 Perputakaan Pusat UGM Foto Bersama Ibu Lilik Uswah (Head World Bank Corner Perpustakaan UGM
  • “Bari fola; Modal sosial dan instrumentasi Masyarakat Tangguh Bencana”
    Masyarakat tangguh bencana adalah masyarakat yang  mampu mengatasi kerusakan yang disebabkan terjadinya bencana alam, dengan cara mempert...
  • Urbanisasi = Pengangguran + Kemiskinan
    Urbanisasi Pembangunan dan kemiskinan bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, Pembangunan bertujuan untuk mensejahterakan Ma...
  • Engkau Jujur Kepada Allah Allah pun Mewujudkan Cita-Citamu
    Kejujuran dalam beragama Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dengan sanad shahih, An-Nasai dan lain-lain, dari Syaddad bin Al-Had bahwa ada s...
  • PLAGIASI; Pengabaian Hak-Hak Intelektual Tanggapan atas tulisan Rinto Taib & Lanny Losung tentang “BARIFOLA & WORLD CULTURE FORUM 2016”
    Pengakuan terhadap karya orang lain adalah sebuah budaya yang harus dilestarikan sebagai bentuk penghormatan terhadap kepemilikan gagasan d...

Categories

  • Album Program Dosen Magang Dikti di UGM
  • Catatan Islami
  • Catatan Kuliah
  • Catatan Pinggir
  • Kisah-Kisah Islami
  • Materi Kuliah
  • Pernak- Pernik

Recent Posts

Al-Qalby Instiute. Diberdayakan oleh Blogger.

Quote of the day


ABOUT ME

Foto saya
Prabu Suleman
Yogyakarta, Indonesia
Ridha Allah adalah prioritas utama dalam perjalanan hidup..... Cukuplah maut yang menjadi Nasehatku.......
Lihat profil lengkapku

Dokumentasi

  • ►  2016 (2)
    • ►  Agustus (2)
  • ▼  2015 (5)
    • ▼  September (3)
      • BASTIONG TALANGAME DREAM; Pemerintah yang Responsi...
      • MEREKA YANG MERASA BENAR DI JALAN YANG SESAT; Komp...
      • PLAGIASI; Pengabaian Hak-Hak Intelektual Tanggapan...
    • ►  Mei (1)
      • MALAM MINGGU/ WEEKEND ; Semua “berawal” dari malam...
    • ►  Januari (1)
      • Teater Gosale Puncak
  • ►  2014 (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
  • ►  2012 (20)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)

Labels

  • Album Program Dosen Magang Dikti di UGM
  • Catatan Islami
  • Catatan Kuliah
  • Catatan Pinggir
  • Kisah-Kisah Islami
  • Materi Kuliah
  • Pernak- Pernik

Hi There, I am

Popular Posts

  • Metode Penelitian CROSS-SECTIONAL
    Sumber Gambar dari Google Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak ada follow ...
  • Merencanakan Pembangunan
    sumber gambar:  bangimsarlubis.wordpress.com BARANGKALI tujuan paling penting bagi semua pemerintahan adalah melakukan pembangunan. Bah...
  • Memahami Wacana dan Perkembangan Civil Society Organization/CSO di Indonesia
    Fase Perkembangan Civil Society dan Civil Society Organizations/CSOs Berbicara tentang gerakan civil society di Indonesia, di tengah peng...
  • Letakkan Dunia ditanganmu bukan Hatimu
    “Hidup adalah Ujian” Penggalan Kalimat ini sering kita dengar, bukan  tidak berdasar tetapi sesuai dengan firman Allah   menjadikan  hidu...
  • PLAGIARISME
    Sumber Gambar  rmtcumi.wordpress.com    Anti Plagiarisme adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk mengajarkan kepada kita semua agar...
  • Album Program Magang Dosen Dikti di UGM Tahun 2012 [part 1]
    Lantai 3 Perputakaan Pusat UGM Foto Bersama Ibu Lilik Uswah (Head World Bank Corner Perpustakaan UGM
  • “Bari fola; Modal sosial dan instrumentasi Masyarakat Tangguh Bencana”
    Masyarakat tangguh bencana adalah masyarakat yang  mampu mengatasi kerusakan yang disebabkan terjadinya bencana alam, dengan cara mempert...
  • Urbanisasi = Pengangguran + Kemiskinan
    Urbanisasi Pembangunan dan kemiskinan bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, Pembangunan bertujuan untuk mensejahterakan Ma...
  • Engkau Jujur Kepada Allah Allah pun Mewujudkan Cita-Citamu
    Kejujuran dalam beragama Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dengan sanad shahih, An-Nasai dan lain-lain, dari Syaddad bin Al-Had bahwa ada s...
  • PLAGIASI; Pengabaian Hak-Hak Intelektual Tanggapan atas tulisan Rinto Taib & Lanny Losung tentang “BARIFOLA & WORLD CULTURE FORUM 2016”
    Pengakuan terhadap karya orang lain adalah sebuah budaya yang harus dilestarikan sebagai bentuk penghormatan terhadap kepemilikan gagasan d...

About Me

Popular Posts

  • Metode Penelitian CROSS-SECTIONAL
    Sumber Gambar dari Google Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak ada follow ...

Advertisement

Blogger templates

Designed by OddThemes & Distributed by MyBloggerThemes